Perjuangan demi nomor antrean, Banyak pengalaman yang jadi cerita yang menyeramkan soal antrean mengurus paspor di Kantor Imigrasi Bandung. Sebagian benar terjadi tapi tidak sedikit yang ternyata jauh dari kenyataan yang ada. Sebelum mendatangi ke kantor Imigrasi untuk mengganti paspor yang sebentar lagi kadaluarsa, saya mencari informasi ke beberapa teman. Sebagian besar dari mereka yang menyampaikan kisah-kisah yang menciutkan nyali. ”Disarankan sebaiknya datang pagi-pagi untuk urus paspor. Kalau perlu datang jam tiga pagi supaya dapat nomor antrean lebih awal,” jelas salah seorang teman dengan nada yang meyakinkan.
Seorang kawan satu kantor menambahkan kabar buruk itu dengan berbagai bukti pemberitaan di berbagai media daring. Ada juga berita tentang puluhan orang yang sudah mengantre lama hingga berjam-jam tapi kehabisan nomor antrean. Mereka datang dengan sia-sia ke Kantor Imigrasi tanpa hasil. ”Dengan begitu, sudah lihat sendiri kan perjuangan demi nomor antrean Jangan sampai datang kesiangan kalau tidak ingin datang dengan sia-sia seperti mereka,” terangnya.
Ada juga seorang tetangga yang juga turut menceritakan pengalamannya yang lebih suram lagi. perjuangan dem nomor antrean. Dia menyerah begitu saja untuk mengurus sendiri pembuatan paspor baru untuk satu keluarganya karena sudah mendengar berbagai cerita yang tidak enak tentang antrean di kantor Imigrasi. Akhirnya ia menyerahkan pengurusan kepada calo.
Saya juga mencari lalu meminta informasi tentang kantor mana yang sebaiknya dapat saya datangi. Apakah kantor utama di Jalan Surapati atau kantor baru, yang disebut dengan Unit Layanan Paspor (ULP), di Jalan Soekarno-Hatta. “Coba di ULP saja. Kalau di Surapati jumlah pengunjungnya menumuk setiap hari,” saran dari seorang kawan.
Saya mengikuti usulan untuk mencoba datang ke kantor ULP yang terletak tidak jauh dari Terminal Leuwi Panjang. Harinya saya sendiri yang tentukan, Pada Senin 12 Juni 2017 pagi. Alarm yang ada di telefon pintar saya atur di pukul lima pagi. Saya tidak sanggup bangun dan berkendaraan di pukul tiga pagi. Saya pikir, dengan berangkat pada pukul 5.15 pagi tidaklah buruk-buruk amat.
Alarm memang sudah berbunyi kencang, namun tidur lelap saya tidak terganggu dengan alarm. Saya baru bangun tidur pukul 6.30 pagi. Tergesah-gesah saya mandi dan segera memacu sepeda motor ke arah barat. Setelah tiba di kantor ULP pukul 7.15 pagi, Akhirnya saya mendapat nomor antrean, 73.
”Anda sangat beruntung, Pak. Biasanya kalau sudah jam segini kartu antrean habis,” ungkap petugas keamanan yang berjaga di depan kantor ULP di lantai tiga.
Kantor ULP Soekarno-Hatta sudah diresmikan sejak Desember 2014. Setiap hari, kantor ini bisa melayani rata-rata 100-150 pengunjung. Untuk batas antrean awal telacszh dibatasi sebanyak 100 pengunjung pertama. Setelah jam 10, jika layanan berlangsung dengan lancar, kuota layanan juga bisa ditambah.
Lebih dari separuh bangku yang telah disediakan di ruang layanan ULP terisi penuh. Adapun sebagian dari mereka yang merupakan keluarga yang datang bersama anak-anak balita. Dua orang anak tertidur pulas dalam pelukan ibu mereka. Mungkin mereka tak bisa menahan kantuk akibat datang kepagian.
Dadang yang berusia usia yang 53 tahun, yang jauh-jauh datang dari Soreang, Kabupaten Bandung, telah mengantongi kartu antrean nomor 15. Ia tiba di kantor ULP pada pukul lima pagi. “Dari pada telat dan tidak mendapat kartu antrean sama sekali, ya lebih baik mengalah dengan bangun pagi,” papar bapak satu anak ini.
Kalau saja Dadang serupa dengannya, yang datang pagi-pagi ke lokasi pada pukul lima pagi dapat antrean nomor 15, ia yang mendapat antrean nomor satu barangkali datang seperempat atau setengah jam lebih awal. Artinya, kita tidak perlu datang kesana pagi seperti saran salah seorang teman saya.
”Tapi ini kan bulan Ramadhan. Mungkin jumlah orang yang mengurus paspor memang tidak sepadat pada hari-hari biasa,” ucap Dadang.
Saya tidak dapat membalas selain dengan mengangguk-anggukkan kepala. Mungkin saja seperti itu. Saya duduk rapi di bangku yang telah disediakan. karena baru dua jam kemudian dipanggil ke loket pemeriksaan dokumen. Setelah itu saya harus menunggu lagi. Lalu satu setengah jam kemudian, sekitar pukul 11 siang, saya dipanggil untuk mengikuti wawancara sekaligus pemotretan.
Kedua proses itu berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Para petugas bekerja secara ramah dan profesional. Akhirnya proses itu selesai saya segera meninggalkan kantor ULP pukul 11.30 setelah membayar biaya penggantian paspor sebesar Rp 355 ribu di loket salah satu bank di lantai satu. Tiga hari lagi saya bisa mengambil paspor baru tersebut.
Antrean daring
Adanya antrean para pengunjung yang selalu terjadi merupakan permasalahan yang klasik di berbagai kantor layanan publik, mulai dari kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Rumah Sakit Umum Daerah, hingga Kantor Imigrasi dan lainnya. Sebagian dari itu sudah membuat terobosan teknologi yang mampu menjawab persoalan yang terjadi itu. Yang lain masih sibuk dalam merumuskan formula.
Direktorat Jenderal Imigrasi sudah cukup lama ia mengenalkan layanan paspor secara daring yang terdapat di laman resmi mereka di www.imigrasi.go.id. Namun sejak Januari 2017, layanan tersebut sudah tidak bisa diakses kembali. Tidak diketahui waktu yang pasti layanan yang memudahkan warga mengatur antrean mereka itu bisa berfungsi kembali.
Mei lalu, Direktorat Jenderal Imigrasi telah meluncurkan layanan baru dihasilkan yang disebut dengan aplikasi antrean daring. Dengan menggunakan aplikasi ini, warga dapat mendaftarkan diri lewat telefon pintar mereka masing-masing. Artinya, mereka dapat memperkirakan sendiri pukul berapa harus datang ke kantor Imigrasi karena sudah mengantongi nomor antrean. Tidak perlu orang yang mengantre panjang, termasuk mereka yang membawa serta anak-anak atau manula, rela meninggalkan rumah sejak pukul empat atau lima pagi hanya untuk mengetahui nomor antrean.
Namun sangat disayangkan, untuk aplikasi antrean ini baru dapat diujicobakan di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Kapan aplikasi serupa dapat diterapkan di Bandung?
”Kami yang bertempat tinggal di Bandung juga sangat berharap agar dapat gunakan layanan aplikasi itu bisa secepatnya diterapkan di sini,” jelas salah satu petugas Imigrasi.
Untuk ementara waktu selama terobosan baru teknologi ini belum dapat diterapkan lebih luas lagi ke daerah lain, warga masih harus mengalah. Mereka setidaknya harus berlomba-lomba untuk bisa bangun pagi hanya untuk mendapatkan nomor antrean.
Cukup merepotkan sekali, tapi setidaknya tidak semenyeramkan sebagaimana yang dikatakan banyak orang. Jangan berputus asa dalam memperjuangkan dan menginginkan sesuatu, kalau tidak seperti itu yag ada mengambil jalan pintas dengan menyewa jasa calo.
0 Response to "Perjuangan Demi Nomor Antrean Untuk Urus Paspor di Kantor Imigrasi"